Higgs Domino Coin(Koin Emas)Top up - Cheap and safe top up only on JollyMax
About Higgs Domino Coin(Koin Emas)Top up
Higgs Domino Coins, also known as Koin Emas, are a form of in-game currency used in Higgs Domino. It would be best if you had coins to play the game and usually, Higgs coin can be obtained through various means within the game, such as winning games, participating in events or you can get the coin when you log in into the game every day. However, purchasing them is a wonderful alternative if you lack the patience to wait that long.
Domino with your family and friends! This is a unique and fun online game with simple gameplay and full of challenges. You can play various games such as Domino Gaple, QiuQiu, Texas Hold'em, Capsa Susun, and more casual games such as Ludo, Chess and Checkers! Higgs will fill up your free time with fun and happiness!
Koneksi internet terhubung kembali
TEMPO.CO, Sidoarjo – Warga menemukan berbagai benda purbakala di Situs Tarik, Desa Kedungbocok, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo. Selain benda, di desa setempat juga ditemukan bekas bangunan diduga pagar atau dinding dari tumpukan batu bata kuno.
Warga menduga benda-benda purbakala itu merupakan peninggalan masyarakat dan bangsawan era Majapahit. Kedungbocok diyakini bagian dari wilayah Situs Alas (Hutan) Trik yang wilayahnya juga meliputi daerah yang sekarang bernama Kecamatan Tarik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selain bekas bangunan dan peralatan rumah tangga, ada juga yang menemukan koin mata uang Cina dan ada yang terbuat dari emas," kata Kepala Desa Kedungbocok Mohamamad Ali Ridho, Rabu, 14 Februari 2018. Koin-koin tersebut menurutnya, tersimpan dalam sebuah gerabah seperti kendi. "Ada yang masih utuh dan ada yang sudah pecah," kata pria yang akrab disapa Ridho ini.
Tampak bangunan dari tumpukan batu bata kuno diduga pagar atau dinding yang ditemukan di areal sawah Desa Kedung Bocok, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, 12 Februari 2018. TEMPO/Ishomuddin
Temuan penting lainnya antara lain batu andesit berbentuk persegi panjang berukuran panjang sekitar 1,2 meter, lebar 40 centimeter, dan tinggi 20 centimeter. Batu ini diduga sebagai pondasi atau tempat engsel pintu bangunan zaman dulu. "Batu ini ditemukan di areal persawahan dan butuh 12 orang mengangkatnya," katanya.
Temuan lainnya adalah batu berbentuk lumpang atau lesung beserta alat penumbuk atau alu yang biasa digunakan untuk menumbuk beras atau jagung. Selain itu juga ditemukan jaladwara atau batu ornamen untuk air mancur di pemandian kuno dengan motif hewan mitologi makara. "Jaladwara ini sama dengan yang ada di petirtaan Jolotundo (Mojokerto)," kata Ridho.
Namun rata-rata benda-benda purbakala yang ditemukan sudah tidak utuh atau bentuknya sudah ada yang retak, pecah, atau bopeng. Selain benda purbakala terbuat dari batu, juga ditemukan puluhan pecahan benda dari keramik, fosil kayu, dan fosil tulang dan gigi hewan. Namun belum diketahui apakah usia fosil tersebut dalam zaman yang sama dengan benda peralatan manusia yang ditemukan.
Menanggapi temuan benda-benda purbakala tersebut, Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Edhi Widodo mengatakan pihaknya sudah melihat namun belum mengidentifikasi. "Ini membuktikan wilayah setempat daerah hunian," katanya.
Ia berharap setiap benda atau bangunan purbakala yang ditemukan sebaiknya tidak dipindah, diambil, atau dirusak. "Kami akan kesulitan mengungkap konteksnya bagaimana karena kami tidak tahu proses pemindahannya," ujar arkeolog yang akrab disapa Widodo ini. Namun ia mengapresiasi langkah yang dilakukan pemerintah desa dan komunitas pelestari cagar budaya dalam menyelamatkan bangunan maupun benda cagar budaya.
Tampak bangunan dari tumpukan batu bata kuno diduga pagar atau dinding yang ditemukan di areal sawah Desa Kedung Bocok, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, 12 Februari 2018. TEMPO/Ishomuddin
Menurut Widodo, jika merujuk serat Pararaton memang disebutkan Raden Wijaya mendirikan Majapahit di Alas Wong Trik atau hutannya orang Trik. Daerah Trik tersebut diyakini juga meliputi wilayah yang sekarang bernama Kecamatan Tarik.
"Daerah Tarik itu memang awal Majapahit. Di kitab Pararaton disebutkan Raden Wijaya dalam mendirikan Majapahit di Alas Wong Trik," katanya. Namun yang selama ini dikenal ibukota Majapahit adalah Trowulan, Mojokerto, yang kaya dengan temuan arkeologi baik bekas bangunan dan benda purbakala.
Simak artikel menarik lainnya tentang Situs Peninggalan Majapahit hanya di kanal Tekno Tempo.co.
Mata uang Tionghoa, terbuat dari logam berupa tembaga, bentuk bulat dengan bagian tengah berlubang segiempat. Koin ini sebagain masih terdapat platina berwarna kehijauan. Sementara itu salah satu koin yang di tengah urutan paling depan terdapat tulisan Tionghoa yang menunjukkan bahwa koin tersebut berasal pada zaman Dinasti Sung Utara (960-1127) masa Tai Ping. Koin ini berdiameter 2,4 -2,5 cm.
Premium products made from certified 24-carat pure gold with a unique concept. Each coin is meticulously designed, blending art and culture. Focusing on limited editions, Treasury offers certified 24-carat pure gold coins with high intrinsic value.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Harta karun itu ditemukan minggu lalu di sebuah situs penggalian di Israel tengah di mana lingkungan baru direncanakan akan dibangun. (Foto: Daily Mail)
PARA remaja Israel yang menjadi sukarelawan di penggalian arkeologi telah menemukan ratusan koin emas yang disimpan di bejana tanah liat berusia selama lebih dari satu milenium.
Koin emas murni 425 24 karat itu berasal dari periode kekhalifahan Abbasiyah abad ke-9 dan akan menjadi jumlah uang yang signifikan pada saat itu, kata Robert Kool, seorang ahli koin di Israel Antiquities Authority.
“Misalnya, dengan jumlah sebanyak itu seseorang bisa membeli rumah mewah di salah satu lingkungan terbaik di Fustat, ibu kota kaya Mesir yang sangat besar pada masa itu,” katanya.
Harta karun itu ditemukan minggu lalu di sebuah situs penggalian di Israel tengah di mana lingkungan baru direncanakan akan dibangun.
Direktur penggalian, Liat Nadav-Ziv, berkata: “Orang yang mengubur harta karun ini 1.100 tahun yang lalu pasti berharap untuk mengambilnya dan bahkan mengamankan kapal dengan paku agar tidak bergerak. Kami hanya bisa menebak apa yang mencegahnya kembali untuk mengumpulkan harta karun ini. "
Diperkirakan pada saat itu harta karun itu disembunyikan. Identitas pemiliknya adalah sebuah misteri.
“Sungguh menakjubkan,” kata Oz Cohen, salah satu sukarelawan yang menemukan harta karun itu.
“Saya menggali tanah dan, ketika saya menggali tanah, melihat apa yang tampak seperti daun yang sangat tipis. Ketika saya melihat lagi, saya melihat ini adalah koin emas. Sungguh menyenangkan menemukan harta karun yang begitu istimewa dan kuno. "
RATUSAN keping koin emas kuno peninggalan Kesultanan Aceh ditemukan penduduk di Gampong Pande, Aceh, pada 11 November 2013. Beberapa koin bertuliskan nama Alaudin Riayat Syah Al-Kahar, sultan Aceh, berdampingan dengan Sulaiman I, sultan Ottoman Turki. Penemuan ini bukti penting yang menegaskan hubungan diplomatik antara Aceh dan Ottoman sejak abad ke-16.
Sultan Al-Kahar adalah Sultan Aceh ketiga yang berasal dari Dinasti Meukuta Alam, dinasti pendiri Kerajaan Aceh. Dia berkuasa antara tahun 1537 sampai 1571. Pada masanya, Aceh menjadi kekuatan politik dan ekonomi yang dominan di Sumatra dan Semenanjung Malaka.
Portugis, yang menguasai Malaka sejak tahun 1511, menjadi rival Aceh dalam meluaskan pengaruhnya di Selat Malaka, baik dalam konteks politik maupun ekonomi. Karena itu, Aceh menjalin kontak dengan Kesultanan Ottoman untuk menjajaki kerjasama menghadapi Portugis.
“Setelah tumbuh menjadi lebih besar dari sebelumnya, Kesultanan Ottoman menjelma menjadi tempat bagi kerajaan-kerajaan Islam di Timur (India dan Kepulauan Nusantara) yang baru berkembang menaruh harapan dalam menghadapi Portugis,” tulis Giancarlo Casale dalam The Ottoman: Age of Exploration.
Utusan Aceh kali pertama datang ke Istanbul pada 1562. Mereka meminta bantuan senjata berupa meriam. Terkesan dengan utusan Aceh ini, sultan yang berkuasa saat itu, Sulaiman I, mengirimkan meriam beserta teknisinya serta seorang diplomat bernama Lutfi Bey.
Kedatangan Lutfi Bey ke Aceh menjadi penting karena berdasarkan laporannya, orang-orang Turki menjadi paham posisi strategis Aceh sebagai pusat perdagangan dan garis terdepan umat Islam dalam menghadapi Kristen Portugis di Nusantara. Aceh sendiri antusias menjadi bawahan Kesultanan Ottoman.
“Surat diplomatik yang Lutfi Bey bawa ketika dia kembali ke Istanbul pada 1566, menyatakan bahwa Sultan Al-Kahar tidak lagi ingin sekadar meminta senjata kepada Sultan Sulaiman I. Tidak pula ingin menjalin hubungan politik antar dua kerajaan yang berdiri sama sejajar. Melainkan dia ingin agar dirinya dan negerinya, Aceh, diperintah secara langsung oleh Sultan Sulaiman I sebagai ganti bantuan Ottoman dalam menghadapi Portugis,” lanjut Casale.
Antusiasme Aceh ditanggapi positif oleh Sultan Sulaiman I sebelum akhirnya dia mangkat dan digantikan Sultan Selim II. Dia memerintahkan angkatan lautnya untuk mengirim armada sebanyak 15 kapal layar ke Aceh yang bermuatan prajurit, penasehat militer, teknisi meriam, juga tukang-tukang seperti penambang, pandai besi, dan pandai emas.
Sayangnya, armada yang dijadwalkan tiba di Aceh pada 1568 terpaksa mengalihkan perjalanan ke Yaman, Arab Selatan, untuk memadamkan sebuah pemberontakan. Hanya dua buah kapal yang tiba di Aceh tanpa membawa senjata. Kedua kapal itu membawa sekelompok pedagang dan teknisi meriam, yang tidak cukup untuk memuluskan rencana Sultan Al-Kahar menyerang Portugis di Malaka pada 1570.
Penambangan dan penempaan bijih besi bukan barang baru di Aceh. Sejak zaman Samudra Pasai pada abad ke-14, timah dan emas telah ditemukan, bahkan dijadikan satuan mata uang dengan ukiran nama raja yang berkuasa di kedua sisinya. Mereka menempa mata uang timah yang bernama cash dan mata uang dari emas yang bernama mas. Sistem ini kemudian diadopsi raja-raja Aceh.
Menurut Denys Lombard dalam Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Sultan Al-Kahar-lah yang memperkenalkan mata uang Aceh pertama, yakni dirham.
“1 pardew (mata uang Portugis yang ditempa di Goa, India) sama dengan 4 dirham Aceh,” tulis Lombard. “Namun nilai mata uang itu sendiri sering mengalami perubahan yang besar sekali. Para penjelajah selalu memberi nilai yang berbeda-beda, kadang-kadang bahkan dalam jarak waktu yang hanya beberapa bulan.”
Nama Sultan Sulaiman I yang terukir bersanding dengan Sultan Al-Kahar dalam beberapa koin emas Aceh merupakan bukti pengakuan Kesultanan Aceh atas kekuasaan Kesultanan Ottoman sebagai pemegang inti dunia Islam saat itu. Nama Sultan Ottoman juga selalu disebutkan dalam tiap khotbah Jumat.